Bukit Pawuluhan,Obat Rindu Ketinggian
Kabupaten Pekalongan memang tidak akan pernah habis untuk dieksplore
potensi wisatanya. Dengan luas kurang lebih 837 km persegi, wajar bila
banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan. Setelah beberapa waktu
lalu saya membahas tentang Petungkriyono, kali ini saya akan membahas
salah satu potensi wisata yang ada di sebelah selatan Pekalongan.
Kandangserang, ya kali ini saya akan membahas daerah Kandangserang,
salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Pekalongan. Kecamatan
Kandangserang terbagi menjadi 14 desa. Kali ini saya dan teman-teman
Explore Pekalongan berkesempatan untuk mengunjungi rumah salah satu
teman saya pada tanggal 31 Desember 2017. Perjalanan ke Kandangserang
membutuhkan waktu sekitar 2 jam dari kota Pekalongan, di Kandangserang
terdapat beberapa tempat wisata terkenal seperti Sikujang, Watu Ireng.
Namun kali ini kami tidak akan mengunjungi tempat-tempat tersebut,
karena di depan rumah teman saya sudah ada curug yang bisa dikunjungi
hehe.
Lokasi rumah teman yang akan saya kunjungi memang berada di dataran
tinggi, dan disekitarnya masih terdapat hutan yang dihuni oleh babi
hutan, kera, dan lutung. Terkadang saat siang hari, banyak babi hutan
yang beristirahat di sekitar curug hehe. Curug tersebut terlihat dekat
saat dilihat dari rumah, namun saat kita mulai melakukan perjalanan,
ternyata jaraknya jauh banget dan medannya nanjak terus. Kami mulai
treking jam setengah 4 sore. Selain jalur yang nanjak, semak-semaknya
juga menutupi jalur sehingga kami harus membuka jalur sendiri. Terdapat 3
tingkat curug di kawasan ini. Karena sudah sore dan hujan mulai turun,
akhirnya kami tidak bisa mengunjungi semua curug tersebut.
Setelah shalat Isya, kami melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih
jauh lagi, Bukit Pawuluhan. Dari tempat saya singgah menuju ke Bukit
Pawuluhan membutuhkan waktu tempuh sekitar 2,5 jam. Bukit Pawuluhan
terletak di Desa Gembong, desa yang jaraknya cuma 1,5 jam dari
Banjarnegara (setelah Desa Gembong masih ada satu desa lagi yang
berbatasan dengan Banjarnegara). Perjalanan malam di Kandangserang
sangat tidak saya sarankan, masih banyaknya hutan, tidak ada penerangan
jalan, dan jalan yang sangat rusak membuat perjalanan di malam hari
sedikit berbahaya. Jalannya juga naik-turun, berkelok sehingga
membutuhkan konsentrasi yang tinggi hehe.
Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, menembus dinginnya malam
dan ada sedikit insiden terjatuhnya salah satu teman saya (hehehe lebay
dikit lah), akhirnya kami sampai juga di rumah mbak Rina, rumah warga
yang dijadikan Basecamp Bukit Pawuluhan. Kami istirahat sejenak di rumah
mbak Rina, mager banget rasanya mau beranjak dari rumah ini karena kami
disuguhi teh hangat yang enak banget. Kehangatan yang diberikan oleh
warga juga menjadikan kami malas untuk melanjutkan perjalanan hehe.
Keluarga mbak Rina masih melestarikan kebudayaan Jawa lewat dunia
perwayangan, Bapak mbak Rina merupakan dalang yang sering mengadakan
acara di daerah Kandangserang dan sekitarnya. Menurut mbak Rina, Bukit
Pawuluhan mulai ramai pada tahun 2015. Dahulu bukit ini gersang, namun
karena naiknya intensitas hujan akhir-akhir ini di daerah tersebut
membuat bukit ini mulai menghijau.
Setelah mengobrol cukup lama, kami akhirnya memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan karena jam sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Kami
mulai mengecek perlengkapan yang akan kita bawa, takutnya ada yang
tertinggal (perlengkapan lho ya, bukan kenangan hehe). Seperti biasa
kami berdoa terlebih dahulu agar perjalanan kami diberikan kelancaran.
Pesan saya jangan lupa untuk memulai dengan berdoa, walaupun itu hanya
bukit atau tempat yang pernah kalian kunjungi, jangan pernah meremehkan.
Ingat, karena tujuan dari sebuah perjalanan adalah bisa pulang ke rumah
dengan selamat.
Jalan berbatu menyambut perjalanan kita malam itu. Terangnya sinar
rembulan juga membuat jalur terlihat jelas tanpa perlu bantuan alat
penerangan. Perjalanan melalui jalan berbatu ini lumayan panjang dan
jalannya juga naik terus. butuh waktu sekitar setengah jam untuk
melewati jalan ini. Setelah bertemu kurang lebih enam jembatan kecil,
akhirnya kami mulai memasuki kawasan hutan. Sekarang kami berjalan
menyusuri jalan setapak dengan semak-semak dikanan-kirinya. Kami
menyusuri jalan setapak sampai saya menemui kejanggalan. "Bro, iki tenan
jalur e? (Bro, beneran ini jalurnya?)". "iyo lek, iki tenan jalure kok
(iya lek, ini beneran jalurnya kok)", jawab salah satu temen saya. "Tapi
kok semak-semak e runggut yo? (tapi kok semak-semaknya rimbun ya?)".
Teman saya yang jadi guide pun mulai tidak yakin dengan jalur tersebut.
Akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali ke jalur yang ada
simpangannya dan mencari jalur lain. Angin yang berhembus cukup kencang
membuat udara malam itu tambah dingin. Kami terus saja mengikuti jalur
yang ada tersebut, entah itu jalur yang benar atau salah, tetapi selama
kita yakin dan selalu bersama rombongan insya Allah tidak akan ada hal
buruk yang menimpa. Kami hanya berpatokan pada puncak Bukit Pawuluhan
dan terus mengikuti jalur. Kami membutuhkan waktu yang cukup lama sampai
teman saya yang bertugas sebagai guide bilang bahwa kami sudah
menemukan jalur yang benar.
Untuk menuju puncak, kami masih harus melewati dua tanjakan lagi
sehingga kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil menikmati
gemerlap lampu kota di kejauhan dan juga kerlap-kerlip kembang api di
kejauhan. Tak terasa sudah pukul 24.00 dan ternyata kami "tersesat"
sekitar 2 jam. Udara yang bertambah dingin seiring berjalannya waktu
membuat kami ingin segera sampai di puncak dan mendirikan tenda
disekitar puncak. Mungkin diotak kami saat itu yang terpikirkan hanyalah
secepatnya mendirikan tenda, membuat makanan dan minuman yang bisa
menghangatkan badan.
Singkat cerita akhirnya kami sampai di camp area Bukit Pawuluhan
dan ternyata disana sudah ada beberapa tenda dari pendaki lainnya. Kami
secepat mungkin mendirikan tenda agar kami bisa menghindar dari terpaan
angin yang berhembus cukup kencang malam itu. Tenda saya pun tampak
mengkhawatirkan saat diterpa angin, maklum tenda murah hehe. Setelah
tenda berdiri (walaupun tidak tegak) kami pun mulai mengeluarkan
logistik kami dan mulai memasak karena perut kami mulai berbunyi.
Sebenarnya kami membawa logistik cukup banyak, ada jagung, ketela, mie,
dan beberapa camilan, namun karena tidak memungkinkan untuk dimasak
semua akhirnya kami memutuskan untuk memasak mie dan minuman hangat.
Mirip Gunung Andong kan hehe |
Keesokan harinya cuaca cukup cerah, panas mungkin hehe. Pemandangan dari
bukit ini indah banget, apabila cerah kalian bisa melihat "3S" dari
sini, Slamet, Sindoro, dan Sumbing. Kalian juga bisa melihat pemandangan
kota Pemalang dan Pekalongan dari sini. Ternyata jika diperhatikan,
topografi di bukit ini mirip dengan Gunung Andong di Kabupaten Magelang.
Disini juga terdapat semacam sabana seperti di Gunung Merbabu. Jadi
bagi kalian yang berdomisili di Pekalongan dan rindu akan suasana
gunung, tempat ini sangat recommended untuk dikunjungi. Jika
kalian ingin kesini, sebaiknya cek dulu kondisi kendaraan anda karena
untuk menuju tempat ini memang butuh perjuangan hehe.
Sumber : http://shandyeksani.blogspot.com/2018/01/bukit-pawuluhan-mengobati-kerinduan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar